Di Tengah Malam
19 February 2015
Edit
Ini masih tentang tulisan kecilku di masa kecil. Sebuah cerita yang mampu membuka kembali memoriku tentang mama. Entah mengapa, dalam catatanku begitu banyak cerita fiksi yang berhubungan dengan mama dan aku sangat senang bercerita tantangnya. Sungguh, engkaulah inspirasi terindah untukku.
Kenangan indah bersamamu takkan kubiar dia berlalu.
* * *
“Tok, tok, tok !” Suara ketukan pintu terdengar nyaring di telingaku yang memang sedang sendiri di rumah mungil ini, tapi bukan berarti berani sendirian, justru sebaliknya.
“Tok, tok, tok !” Kembali suara ketukan pintu memecahkan kesunyian di tengah malam yang dingin, di mana orang-orang tengah tertidur pulas, kecuali aku. Dan saat ini perasaanku dipenuhi rasa takut, cemas, dan gelisah yang seluruhnya saling beradu dan bercampur menjadi satu.
“Tok, tok, tok !” Untuk kesekian kalinya suara ketukan pintu tadi terdengar bergema di ruangan kecil yang begitu sempit ini yang memang tak banyak benda-benda yang dapat menelan suara itu.
Dalam hati aku bertanya ‘Siapakah gerangan yang datang di saat orang-orang tak mau diganggu?’ Dengan diliputi rasa penasaran, aku mulai beranjak dari sejadah tempatku berdzikir, lalu kulipat mukena yang sedari tadi dipakai dan segera menyimpan tasbih di atas meja.
Dengan langkah ragu, aku berjalan menuju ruang depan untuk membuka pintu, sumber suara itu berasal. Dengan tak lupa membaca bismillah, perlahan kubuka pintu. Suara deritan pintu terdengar mencekik di telingaku.
Saat pintu terbuka, aku begitu tekejut sebab tidak ada siapa-siapa. Paling hanya ada angin-angin jahil yang menerpa wajahku. “Wush….!”
Aku mulai bingung dan memutar-mutar otak. Tak lama berfikir, seketika keningku mengernyit sehingga membuat halis tipis di atas kelopak mataku bersatu. Sebab, aku merasa tambah bingung.
Segera kututup pintu, “Blam !!!” entah kenapa saat ini perasaanku tidak enak. “Tadi itu siapa ya? Jangan-jangan…. Ih jadi ngeri !!!”
Aku bingung dan bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Tau ngga, air yang mengalir berwadahkan bambu yang berasal dari mata air di dusun desa terasa sangat dingin apalagi di tengah malam yang tidak mendukung orang menyentuhnya. Walau begitu, perlahan kuwadahi air itu dengan kedua telapak tanganku lalu membasuhkannya.
Syukurlah dengan berwudlu perasaanku sedikit lebih tenang.
Saat selesai shalat malam, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar kembali. Sekarang aku tak berani membukanya. Tapi kalau tidak dibuka takutnya penting, pikirku . Batinku mulai berperang antara dibuka dan tidak. Namum saat itu ketukan pintu berhenti.
Aku mulai berdzikir dan melantunkan kalimat-kalimat tauhid, tapi entah kenapa mataku tertarik pada secercah cahaya di balik gardeng kamar. Dengan diliputi rasa penasaran, aku mencoba mengintip apa yang ada di sana.
Ruangan itu gelap, tapi hanya ada beberapa cahaya kecil yang terlihat begitu jelas di mataku. “Apa itu?” Aku mulai mendekat. Dan…Subhanalloh.
Lampu menyala, kesunyian berubah ceria. Di sekelilingku banyak orang-orang tercinta termasuk, Mama.
Ini merupakan kejutan terindah dalam hidupku. Mama menghampiri dan mengucapkan “Selamat ulang tahun” untukku.
Aku sangat bahagia hingga tak terasa air mata menetes dengan lembut di pipiku. Segera mama kupeluk. Dan dalam hati aku berdo’a agar menjadi anak shalehah, berguna bagi nusa, bangsa, dan agama. Amien……………..!
Kenangan indah bersamamu takkan kubiar dia berlalu.
* * *
“Tok, tok, tok !” Suara ketukan pintu terdengar nyaring di telingaku yang memang sedang sendiri di rumah mungil ini, tapi bukan berarti berani sendirian, justru sebaliknya.
“Tok, tok, tok !” Kembali suara ketukan pintu memecahkan kesunyian di tengah malam yang dingin, di mana orang-orang tengah tertidur pulas, kecuali aku. Dan saat ini perasaanku dipenuhi rasa takut, cemas, dan gelisah yang seluruhnya saling beradu dan bercampur menjadi satu.
“Tok, tok, tok !” Untuk kesekian kalinya suara ketukan pintu tadi terdengar bergema di ruangan kecil yang begitu sempit ini yang memang tak banyak benda-benda yang dapat menelan suara itu.
Dalam hati aku bertanya ‘Siapakah gerangan yang datang di saat orang-orang tak mau diganggu?’ Dengan diliputi rasa penasaran, aku mulai beranjak dari sejadah tempatku berdzikir, lalu kulipat mukena yang sedari tadi dipakai dan segera menyimpan tasbih di atas meja.
Dengan langkah ragu, aku berjalan menuju ruang depan untuk membuka pintu, sumber suara itu berasal. Dengan tak lupa membaca bismillah, perlahan kubuka pintu. Suara deritan pintu terdengar mencekik di telingaku.
Saat pintu terbuka, aku begitu tekejut sebab tidak ada siapa-siapa. Paling hanya ada angin-angin jahil yang menerpa wajahku. “Wush….!”
Aku mulai bingung dan memutar-mutar otak. Tak lama berfikir, seketika keningku mengernyit sehingga membuat halis tipis di atas kelopak mataku bersatu. Sebab, aku merasa tambah bingung.
Segera kututup pintu, “Blam !!!” entah kenapa saat ini perasaanku tidak enak. “Tadi itu siapa ya? Jangan-jangan…. Ih jadi ngeri !!!”
Aku bingung dan bergegas menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Tau ngga, air yang mengalir berwadahkan bambu yang berasal dari mata air di dusun desa terasa sangat dingin apalagi di tengah malam yang tidak mendukung orang menyentuhnya. Walau begitu, perlahan kuwadahi air itu dengan kedua telapak tanganku lalu membasuhkannya.
Syukurlah dengan berwudlu perasaanku sedikit lebih tenang.
Saat selesai shalat malam, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar kembali. Sekarang aku tak berani membukanya. Tapi kalau tidak dibuka takutnya penting, pikirku . Batinku mulai berperang antara dibuka dan tidak. Namum saat itu ketukan pintu berhenti.
Aku mulai berdzikir dan melantunkan kalimat-kalimat tauhid, tapi entah kenapa mataku tertarik pada secercah cahaya di balik gardeng kamar. Dengan diliputi rasa penasaran, aku mencoba mengintip apa yang ada di sana.
Ruangan itu gelap, tapi hanya ada beberapa cahaya kecil yang terlihat begitu jelas di mataku. “Apa itu?” Aku mulai mendekat. Dan…Subhanalloh.
Lampu menyala, kesunyian berubah ceria. Di sekelilingku banyak orang-orang tercinta termasuk, Mama.
Ini merupakan kejutan terindah dalam hidupku. Mama menghampiri dan mengucapkan “Selamat ulang tahun” untukku.
Aku sangat bahagia hingga tak terasa air mata menetes dengan lembut di pipiku. Segera mama kupeluk. Dan dalam hati aku berdo’a agar menjadi anak shalehah, berguna bagi nusa, bangsa, dan agama. Amien……………..!